Selasa, 21 Mei 2013

Couple? No! (cerpen series 3)


Couple? No!

Hari Senin. Entah kenapa gue selalu bermasalah sama satu hari di dalam seminggu yang sering gue jumpai. Cerita aslinya simple, tapi emang dasarnya gue aja yang bikin masalah. Terutama masalah sama ibu gue yang mendadak jadi sok ngatur. Sudah gue blok kata yang bikin gue mendadak terbang terus jatuh di selokan depan rumah gue. Ngenes. Dan semua itu ujung-ujungnya nggak ada yang mau ngalah demi gue. Eliana Hendrawan. Satu-satu cewek paling cute di keluarga Hendrawan terpaksa merelakan kewarasannya untuk ibunda tercinta. Memalukaaaaaan!

Cerita ini gue awali pada tanggal 20 Mei 2013 dimana tepat jatuh pada hari Senin. Hari Kebangkitan Nasional. Simbol kebangkitan bangsa Indonesia yang berbalik membuat gue terhempas kejurang kegalauan nggak berdasar. Asli ngeneeeessss.....

Pada hari itu gue sebagai anak SMA yang berbudi baik tentunya harus mematuhi segala peraturan dan perintah dari sekolah, termasuk memakai baju batik untuk memperingati hari Kebangkitan. Di sinilah awal ketidak selarasan pikiran gue dengan nyokab gue yang mendadak sok ngatur. Sarimbitan.

You know? Gue harus memakai baju batik yang sama dengan yang dipakai kakak gue Satria. Ini memalukan. Sangat memalukan. Gue ini mau sekolah bukan menghadiri acara keluarga. Serasa gue badut yang terdampar di tengah-tengah lautan manusia, yang siap menertawakan lo. Ini gila.

“Kenapa dari tadi diem?” Gue buang muka sehabis lihat Satria ngelirik tingkah polah gue di spion motor yang kita naiki. Seharusnya dia tahu kalau gue ini bete bake BGT.

“Bukannya cewek suka make baju couple, ya?” Lagi-lagi Satria ambil suara meskipun tahu gue cuekin. Nggak sampai hati mengingat adegan reka ulang dimana nyokab maksa gue make baju sama dengan Satria. Kata beliau sih lucu lihat anaknya pake baju sama, tapi bagi gue ini memalukan. Apalagi untuk sekolah. Kalau bokab gue nggak ngelirik tajam gue yang ngedumel terus-terusan, gue pasti nggak semudah itu takluk.

“Iya, kalau couple-an sama pacar, nah, ini sama lo beda,” kata gue sinis. Rasanya gue emang kejam pada saudara sendiri. Ya Tuhan maafkanlah hambamu yang kebanyakan hormon ini.
“Heiiii.....” Gue menjerit nggak terima ketika Satria mendadak berhenti. “Kalau

“Lampu merah,” kata Satria saat tahu gue pengen marah nggak terima. Jelas saja kalau kepala gue yang untungnya memakai helm berlebel SNI terantuk belakang kepalanya yang juga memakai helm. Berwarna sama juga. Putih. Ngeneeesss...... nyokab gue memang nggak ketulungan buat beliin barang yang sama. Katanya biar nggak rebutan. Padahal asli gue nggak pernah rebutan, yang ada Satria yang ngalah sama gue. Seperinya gue lagi-lagi merasa kejam.

Merasa nggak ada lagi yang gue masalahin, sebelum lampu merah berganti warna gue mundur ke belakang, merasa duduk gue semakin melorot ke Satria. Akhir-akhir ini entah kenapa gue merasa absurd sama kalimat Satria yang kemarin gue anggap cuma bahan bercandaan. Tapi berkat anime Shoujo yang sering gue tonton, gue merasa aneh, nggak nyaman. Seharusnya gue nggak mikir sejauh itu, tapi... banyak sesuatu-sesuatu yang ngeganjel di hati gue.

Dan satu lagi. Seharusnya tadi, gue berangkat sekolah bareng sohib gue si Huda, bukan Satria. Ketika lo baru nyadar saat lampu merah lo mendadak jadi bahan lihatan orang-orang yang berhenti. Bagaikan lo alien yang terdampar di dunia, yang tengah di pungut pangeran Tampan semacam Satria. Oh no, Elianaa bilang Satria tampan. Dunia sudah gila. Maksudnya dunia gue—Eliana Hendrawan memang gila. Nggak ada yang beres. Please, Tolongin gue!

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar