.
Epilog
.Rumah bercet coklat dengan daun cendela yang belum terpasang tersebut terlihat mencolok di pinggiran hutan yang penuh dengan pepohonan. Sekilas terlihat burung gereja dengan usil hinggap di kusen kayu cendela yang hanya tertutup secarik kain, bahkan dengan seenaknya menghadiahkan sebuah kotoran di kusen cendela dengan cat yang belum sepenuhnya mengering. Di luar sana matahari mengintip dari celah-celah dedaunan untuk memberitahu siapapun yang berada dalam rumah kayu tersebut untuk segera memulai harinya.
Di sudut belakang rumah, dua manusia tersebut terlihat memulai pagi dengan sebuah kekacauan kecil. Berhadapan dengan sebuah tungku dengan kayu bakar yang tak kunjung terbakar api. Malah nyaris api enggan membakar sang kayu. Mungkin terlalu lelah mendengar celoteh geram dari perempuan yang berusaha menciptakan dirinya dari dua buah batu dalam genggaman tangannya.
"Arrghh... Kenapa sulit sih!" Melemparkan kedua batu tersebut dari tangannya, lagi-lagi ungkapan frustasi tersebut terucap dari bibir Haruno Sakura, membuat sosok lain yang tengah memperhatikan segala polah tingkahnya terkekeh geli.
"Apaaa?" Merasa ditertawakan perempuan yang baru saja resmi menyandang marga Uchiha tersebut melotot geram pada sang suami. Tak mendapati respon yang berarti ia menatap Uchiha Sasuke yang tengah terduduk malas di sisinya. "Sasuke-kun, bisakah kau menciptakan api dari jurus katon-mu?" Mendapati ekspresi bingung Sasuke yang mirip putra mereka yang tengah tertidur pulas Sakura tersenyum ke arah suaminya, "Setidaknya cepat lakukan, Sasuke-kun," pintanya lagi.
Beranjak dari duduknya Sasuke menepuk debu yang menempel pada pakaiannya sebelum berbalik arah memasuki rumah.
"Malas. Lakukan sendiri," ujarnya seenaknya.
.
.
Uchiha Sakura melotot lagi, lengkap dengan raut kesal atas ucapan Sasuke.
"Sasuke-kun, menyebalkaaaannnn..." Reflek kayu bakar di depannya terlempar dengan indahnya dari tangan Sakura.
Dengan sigap Uchiha Sasuke menghindari lemparan sang istri. Tersenyum mengejek ketika berhasil menghindarinya.
"Sasuke-kuuuunnnn!"
.
.
"Aaaauuu..."
Suami istri tersebut reflek mengalihkan pandangannya mendengar lolongan kesakitan di sekitar mereka. Di sana putra mereka, Uchiha Ren tengah mengaduh kesakitan mendapatkan hantaman kayu bakar pada perutnya. Naas, di saat pandangannya mengabur karena kantuk.
"Huwaaa... Putrakuuu..." Seruan kekhawatiran Sakura tersebut membuat Sasuke mengorek telinganya terganggu.
.
.
.
Uchiha Ren menatap sebal kedua orang tuanya setelah kejadian kayu bakar menghantam perutnya. Rasa nyut-nyutan tersebut masih terasa hingga sekarang meskipun sang ibu sudah mengeluarkan cakra penyembuh tepat pada perutnya yang memerah. Tak pernah terbayangkan untuknya mendapatkan lemparan kayu bakar di mana matanya belum terbuka sepenuhnya dari sang ibu tersayang, apalagi banyak yang mengetahui seberapa hebatnya kekuatan tangan ibunya.
Lain dengan ibunya yang terus-terusan menyuarakan permintaan maafnya, ayahnya malah duduk bertopang dagu memperhatikan ia dan sang ibu yang sesekali mengomeli ayahnya yang tak berperasaan.
"Kalau, Sasuke-kun mau membantuku tadi akibatnya Ren-kun tak akan kesakitan seperti ini," kata ibunya entah untuk keberapa kali.
"Hn."
Bahkan Ren sudah bosan mendengar kata ambigu yang dikeluarkan ayahnya menanggapi celoteh sang ibu.
"Bla bla bla."
"Bla bla bla bla."
"Bla bla bla blaaa."
Ren mendesah pasrah tak mau mendengarkan ayah ibunya yang bertingkah kekanakan di pagi yang indah ini. Menarik kursi yang di dudukinya ia beranjak pergi.
"Tak bisakah Ayah membungkam Ibu yang tak berhenti mengoceh. Berisik," ungkap Ren pada akhirnya.
"Apaaa?" Sakura mengerjab tak percaya ucapan yang dilontarkan anaknya. Menoleh ia ke arah suaminya
yang menyambutnya dengan sebuah seringai yang begitu ia hapal. Merinding, cepat-cepat Sakura mengikuti jejak sang anak pergi.
"Haaahhh... Padahal semalam mereka terlihat romantis, dan sekarang terlihat menyebalkan. Hn," bisik Ren sembari mengulas senyum tipis. Menyingkapkan selimut untuk memulai tidurnya kembali.
Tamat
Link story: Egois (epilog)
0 komentar:
Posting Komentar